Label

Sabtu, 25 Februari 2012

BERDIRINYA MUSEUM DAERAH PROV. NTT

Museum Daerah Provinsi NTT

Museum Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) berdasarkan koleksinya merupakan museum jenis umum sebab memiliki sepuluh jenis koleksi, yaitu geologika, biologika, etnografika, arkeologika, historika, numismatika dan heraldika, filologika, keramikologi, seni kriya, dan teknologi. Lokasi museum ini termasuk dalam wilayah administratif provinsi, tepatnya di kota Kupang, ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur. Museum Provinsi NTT terletak di Jalan El Tari II No. 52 Walikota Baru Kupang Perintisan pendirian Museum Provinsi NTT dimulai pada tahun anggaran 1977/1978 dibiayai oleh Proyek Pelita – Bidang Kebudayaan. Secara teknis, proyek perintisan pendirian museum ini ditangani oleh Bidang Permuseuman Sejarah dan Kepurbakalaan – Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya Museum Provinsi NTT secara resmi dinyatakan berdiri pada 1991 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 01/1991 tanggal 9 Januari 1991. Museum ini berasitektur modern dengan bentuk atap bernuansa budaya yang merupakan bentuk atap rumah adat suku Timor dan suku Sumba. 
Pada sekitar 1980-an kegiatan-kegiatan menyangkut pendirian museum lebih diutamakan pada pendirian gedung, pengadaan koleksi, dan program tenaga pengelola Museum Provinsi NTT.
Pada sekitar 1980-an kegiatan-kegiatan menyangkut pendirian museum lebih diutamakan pada pendirian gedung, pengadaan koleksi, dan program tenaga pengelola Museum Provinsi NTT.
Pada awal pendirian museum selalu dialokasikan dana untuk pengadaan koleksi. Tim pengadaan koleksi disebar ke berbagai daerah di Nusa Tenggara Timur untuk mengumpulkan berbagai jenis benda budaya. Benda koleksi museum kebanyakan diperoleh melalui imbalan ganti rugi dan hibah. Hingga saat ini Museum Provinsi NTT telah memiliki koleksi sejumlah 6436 buah dengan klasifikasi sebagai berikut:

NO
JENIS KOLEKSI
JUMLAH
1
Geologika

2
Biologika

3
Etnografika

4
Arkeologika

5
Sejarah

6
Heraldika /numismatika

7
Filologika

8
Keramik

9
Seni rupa

10
Teknologika


Visi dan Misi Museum

Sejalan dengan tujuan museum negeri di Indonesia, Museum Provinsi NTT mengemban tugas untuk :
  1. Menyelamatkan, melestarikan, dan menyebarluaskan bukti material manusia dan  lingkungannya.
  2. Sarana pendidikan nonformal yang bersifat sosial kultural edukatif untuk usaha transformasi dan proses sosialisasi sesuai dengan dasar dan tujuan proses belajar.
  3. Sarana rekreasi yang memberikan inspirasi, apresiatif, kreatif, instrokspektif yang memperkuat identitas bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Visi Museum Provinsi NTT adalah mengembangkan diri sebagai pusat studi ilmiah dan kegiatan edukatif kultural, wahana pengenalan jati diri, sumber inspirasi, dan apresiasi budaya dalam menunjang pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menjembatani keanekaragaman adat dan budaya Nusa Tenggara Timur.
Untuk mewujudkan visi, dirumuskan misi Museum Provinsi NTT, yaitu menyelamatkan, memelihara, dan memanfaatkan benda-benda warisan sejarah alam dan budaya masyarakat Nusa Tenggara Timur untuk memperkuat identitas diri, mendorong kreativitas, memupuk toleransi, menunjang pendidikan, dan pariwisata serta menampilkan kekayaan budaya Nusa Tenggara Timur ke ajang yang lebih luas. ie Edukasi & Publikasi

Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia

Struktur Organisasi Unit Pelaksana Teknis Museum Daerah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan Peraturan Daerah No.5 Tahun 2001
Dalam menjalankan aktivitas suatu organisasi sangat penting didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai untuk menunjang tugas pokok.
Museum Provinsi NTT didukung oleh staf berjumlah 31 orang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) ditambah tenaga kontrak sebanyak enam orang sebagai tenaga cleaning service dan asisten satuan pengamanan. Sebagai pendukung kegiatan dalam pengelolaan museum, berdasarkan struktur organisasi Museum Provinsi NTT memiliki tenaga pengelola yang terdiri dari:
  1. Kepala Museum satu orang yang memiliki tugas pokok menyusun rumusan kebijakan teknis,  merencanakan langkah-langkah operasional, mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaan kewenangan provinsi yang ada di kabupaten/kota, mengumpulkan, merawat, mengawetkan, meneliti, memberikan bimbingan edukatif, mengadakan pameran, membagi tugas, melakukan pembinaan atas budaya kerja dan waskat kepada bawahan dan melaporkan hasilnya kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur.  
  2. Kepala Sub BagianTata Usaha satu orang dengan staf berjumlah empat orang. Tugas pokok Kepala Sub Bagian Tata Usaha adalah menyusun rencana dan melaksanakan kegiatan urusan kepegawaian, pengawasan melekat, budaya kerja, keuangan, tata usaha, perlengkapan, rumah tangga, dan perjalanan dinas serta memberikan pelayanan administratif kepada semua unsur di lingkungan museum. 
  3. Jabatan Fungsional tercantum pada struktur, tetapi pada kenyataannya tidak ada penerapannya secara kelembagaan. 
  4. Kepala seksi terdiri dari:  
  • Kepala Seksi Pengkajian dan Penyelamatan Koleksi satu orang dengan staf berjumlah tiga orang. Tugas pokok seksi ini adalah menyusun rencana dan melaksanakan kegiatan pengumpulan, perawatan, pengkajian, dan penyelamatan koleksi dan benda-benda bersejarah. 
  • Kepala Seksi Edukasi dan Publikasi satu orang dengan staf berjumlah sembilan orang. Seksi Edukasi dan Publikasi memiliki tugas pokok menyusun rencana dan melaksanakan kegiatan perpustakaan, pendokumentasian, publikasi hasil penelitian, memberikan penyuluhan dan bimbingan teknis, serta menyajikan pameran benda-benda bersejarah dan ilmiah.
Kegiatan Museum

Kegiatan museum meliputi kegiatan tahunan yang terdiri dari pameran tetap, pameran keliling, dan pameran temporer, kegiatan sosialisasi di sekolah bagi pelajar tingkat SLTP dan SLTA, pengadaan koleksi benda budaya, pendataan, konservasi dan perawatan, serta kegiatan monitoring, yaitu kegiatan mengunjungi situs, rumah adat, museum-museum di daerah kabupaten/kota, dan tempat-tempat bersejarah. Kegiatan-kegiatan museum secara kelembagaan menurut tugas pokok pengelola museum adalah sebagai berikut :

A). Seksi Edukasi dan Publikasi
  1. Melakukan bimbingan terhadap pengunjung dari berbagai lapisan masyarakat
  2. Melakukan sosialisasi ke berbagai daerah tentang keberadaan museum serta arti pentingnya dalam memberikan/menambah ilmu pengetahuan. 
  3. Melakukan kegiatan ceramah, diskusi, dan seminar. 
  4. Mengadakan pameran keliling. 
  5. Mengelola Perpustakaan.
B). Seksi Koleksi dan Konservasi
  1. Survey dan pengadaan koleksi.
  2. Inventarisasi koleksi. 
  3. Penulisan naskah koleksi. 
  4. Perawatan koleksi. 
  5. Mempersiapkan pameran temporer. 
  6. Registrasi koleksi.
C). Bagian Tata Usaha
  1.  Mengelola Persuratan. 
  2.  Mengelola tiga M (Man, Money, Maintenance)

ALAMAT : Jalan Raya Eltari II Kota Baru, Kupang, NTT
Telepon 0380-832471
Faks. 0380-832471
Sumber : Museum Daerah Provinsi NTT.

Jumat, 24 Februari 2012

Lampu kendaraan anda mengganggu

Ini hari beta amper bapuku deng satu nyong. Gara-gara beta togor dia soal dia pung lampu jauh yang sorot sampe mata biji.
Jengkel pung karja, sampe di rumah beta coba cari tau di google, kira-kira aturan soal karmana katong pake lampu jauh dan dekat tu karmana. Beta dapat satu tulisan bagus. Semoga bermanfaat

http://panjimitiqo.wordpress.com
Sopan santun berlalu lintas pada negeri kita memang telah lama sekali kita lupakan. Maklum, agar mendapatkan surat ijin mengemudi (SIM) di negeri ini, ukurannya memang bukan keterampilan membawa kendaraan bermotor. Cukup punya KTP serta uang, dijamin mampu mendapatkan kartu yang jaman dulu sering disebut dengan rebues itu. Jangankan bagaimana cara berkendara yang benar, menggunakan lampu dim serta klakson saja banyak sekali pengemudi yang tidak mengerti tata caranya. Tidak percaya? Perhatikan saja kebiasaan pengemudi di Jalan Tol Jagorawi atau Jalan Tol Jakarta Cikampek. Mungkin, seratus orang pengemudi yang ada, hanya terdapat tidak lebih dari 5 orang yang sebenarnya pantas mendapatkan SIM.

Menurut regulasi berlalu lintas pada dunia internasional, yang juga terdapat pada UU Nomor 14 tahun 1992 tetantang lalu lintas berikut peraturan pemerintah yang menyertainya, klakson serta lampu dim itu hanya boleh digunakan pada saat darurat saja. Mestinya, Anda harus segera mematikan lampu dim atau jarak jauh pada saat Anda pada kesempatan pertama berpapasan dengan pengendara lain dari arah depan.
Di kala pengemudi lain menggunakan lampu dim berkedip-kedim, itu tandanya ia memberikan prioritas kepada Anda untuk bergerak lebih dahulu. Namun tetapi, tanda ini terkadang berlaku kebalikan di negeri kita. Ini yang salah kaprah.
Ketika Anda mengikuti kendaraan lain di belakangnya, sebenarnya tidak diperbolehkan menyalakan lampu dim. Pasalnya, cara ini bisa menyilaukan kendaraan yang kita ikuti, serta tentu saja sangat membahayakan. Sebaliknya, jika kita tahu diikuti kendaran lain di belakang yang ingin mendahului, sementara jalur sebelah kiri memungkinkan untuk digunakan, sebaiknya kendaraan yang ingin mendahului itu segera diberi kesempatan untuk menyalip. Tetapi, kalau lalu lintas padat, pertahankan jalur yang Anda lalui Berpindah jalur, memang diperbolehkan, namun demikian harus dilakukan setelah jalur benar-benar aman .
Cuma persoalannya, cara berlalu lintas yang benar, memang telah menjadi barang langka di negeri ini. Di saat seseorang hendak berkendaraan yang benar, e… malah dapat ejekan. Yang ugal-ugalan, malah mendapat sorakan. Namun demikian, tidak ada salahnya budaya sopan berlalu lintas tersebut mulai kita tumbuh kembangkan kembali. Ingat! Lebih baik sedikit lambat asal selamat.

Sumber : kiosban.com


Kamis, 16 Februari 2012

PENGERTIAN MUSEUM



Pengertian tentang museum dari zaman ke zaman selalu berubah. Hal ini disebabkan museum senantiasa mengalami perubahan tugas dan kewajibannya. Museum merupakan suatu gejala sosial atau kultural dan mengikuti sejarah perkembangan masyarakat dan kebudayaan yang menggunakan museum itu sebagai prasarana sosial atau kebudayaan.
Museum berakar dari kata Latin museion, yaitu kuil untuk sembilan dewi Muse, anak-anak Dewa Zeus yang tugas utamanya adalah menghibur. Dalam perkembangannya museum menjadi tempat kerja ahli-ahli pikir zaman Yunani kuno, seperti Pythagoras dan Plato. Mereka menganggap museion adalah tempat penyelidikan dan pendidikan filsafat, sebagai ruang lingkup ilmu dan kesenian. Dengan kata lain tempat pembaktian diri terhadap ke sembilan Dewi Muse tadi. Museum yang tertua sebagai pusat ilmu dan kesenian terdapat di Iskandarsyah.
Lama-kelamaan gedung museum tersebut, yang pada mulanya tempat pengumpulan benda-benda dan alat-alat yang diperlukan bagi penyelidikan ilmu dan kesenian, berubah menjadi tempat mengumpulkan benda-benda yang dianggap aneh. Perkembangan ini meningkat pada abad pertengahan. Kala itu yang disebut museum adalah tempat benda-benda pribadi milik pangeran, bangsawan, para pencipta seni dan budaya, serta para pencipta ilmu pengetahuan. Kumpulan benda (koleksi) yang ada mencerminkan minat dan perhatian khusus pemiliknya.
Benda-benda hasil seni rupa ditambah benda-benda dari luar Eropa merupakan modal yang kelak menjadi dasar pertumbuhan museum-museum besar di Eropa. “Museum” ini jarang dibuka untuk masyarakat umum karena koleksinya menjadi ajang prestise dari pemiliknya dan biasanya hanya diperlihatkan kepada para kerabat atau orang-orang dekat. Museum juga pernah diartikan sebagai kumpulan ilmu pengetahuan dalam karya tulis seorang sarjana. Ini terjadi di zaman ensiklopedis yaitu zaman sesudah Renaissance di Eropa Barat, ditandai oleh kegiatan orang-orang untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan mereka tentang manusia, berbagai jenis flora maupun fauna serta tentang bumi dan jagat raya di sekitarnya. Gejala berdirinya museum tampak pada akhir abad ke-18 seiring dengan perkembangan pengetahuan di Eropa. Negeri Belanda yang merupakan bagian dari Eropa dalam hal ini juga tidak ketinggalan dalam upaya mendirikan museum.
Perkembangan museum di Belanda sangat mempengaruhi perkembangan museum di Indonesia. Diawali oleh seorang pegawai VOC yang bernama G.E. Rumphius yang pada abad ke-17 telah memanfaatkan waktunya untuk menulis tentang Ambonsche Landbeschrijving yang antara lain memberikan gambaran tentang sejarah kesultanan Maluku, di samping penulisan tentang keberadaan kepulauan dan kependudukan. Memasuki abad ke-18 perhatian terhadap ilmu pengetahuan dan kebudayaan, baik pada masa VOC maupun Hindia-Belanda, makin jelas. Pada 24 April 1778 berdiri Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Lembaga tersebut berstatus setengah resmi, dipimpin oleh dewan direksi. Pasal 3 dan 19 Statuten pendirian lembaga tersebut menyebutkan bahwa salah satu tugasnya adalah memelihara museum yang meliputi: pembukuan (boekreij); himpunan etnografis; himpunan kepurbakalaan; himpunan prehistori; himpunan keramik; himpunan muzikologis; himpunan numismatik, pening dan cap-cap; serta naskah-naskah (handschriften), termasuk perpustakaan.
Lembaga tersebut mempunyai kedudukan penting bukan saja sebagai perkumpulan ilmiah, tetapi juga karena para anggota pengurusnya terdiri dari tokoh-tokoh penting dari lingkungan pemerintahan, perbankan dan perdagangan. Yang menarik dalam pasal 20 Statuten menyatakan bahwa benda yang telah menjadi himpunan museum atau Genootschap tidak boleh dipinjamkan dengan cara apapun kepada pihak ketiga dan anggota-anggota atau bukan anggota untuk dipakai atau disimpan, kecuali mengenai perbukuan dan himpunan naskah-naskah (handschiften) sepanjang peraturan membolehkan.
Pada waktu Inggris mengambil alih kekuasan dari Belanda, Raffles sendiri yang langsung mengepalai Batavia Society of Arts and Sciences. Kegiatan perkumpulan itu tidak pernah berhenti, bahkan Raffles memberi tempat yang dekat dengan istana Gubernur Jendral yaitu di sebelah Harmoni (Jl. Majapahit No. 3 sekarang).
Selama kolonial Inggris nama lembaga diubah menjadi Literary Society. Namun ketika Belanda berkuasa kembali, diganti pada nama semula, Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Watenschappen dan memusatkan perhatian pada ilmu kebudayaan, terutama ilmu bahasa, ilmu sosial, ilmu bangsa-bangsa, ilmu purbakala, dan ilmu sejarah. Sementara itu, perkembangan ilmu pengetahuan alam mendorong berdirinya lembaga-lembaga lain. Di Batavia anggota lembaga bertambah terus, perhatian di bidang kebudayaan berkembang dan koleksi meningkat jumlahnya, sehingga gedung di Jl. Majapahit menjadi sempit. Pemerintah kolonial Belanda membangun gedung baru di Jl. Merdeka Barat No. 12 pada 1862. Karena lembaga tersebut sangat berjasa dalam penelitian ilmu pengetahuan, maka pemerintah Belanda memberi gelar “Koninklijk Bataviaasche Genootschap Van Kunsten en Watenschappen”. Lembaga yang menempati gedung baru tersebut telah berbentuk museum kebudayaan yang besar dengan perpustakaan yang lengkap (sekarang Museum Nasional).
Sejak pendirian Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen untuk pengisian koleksi museumnya telah diprogramkan antara lain berasal dari koleksi benda-benda bersejarah dan kepurbakalaan baik dari kalangan pemerintah maupun masyarakat. Semangat itu telah mendorong untuk melakukan upaya pemeliharaan, penyelamatan, pengenalan bahkan penelitian terhadap peninggalan sejarah dan purbakala. Kehidupan kelembagaan tersebut sampai masa Pergerakan Nasional masih aktif bahkan setelah Perang Dunia I. Masyarakat setempat didukung Pemerintah Hindia Belanda menaruh perhatian terhadap pendirian museum di beberapa daerah di samping yang sudah berdiri di Batavia, seperti Lembaga Kebun Raya Bogor yang terus berkembang di Bogor. Von Koenigswald mendirikan Museum Zoologi di Bogor pada 1894. Lembaga ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang bernama Radyapustaka (sekarang Museum Radyapustaka) didirikan di Solo pada 28 Oktober 1890, Museum Geologi didirikan di Bandung pada 16 Mei 1929, lembaga bernama Yava Instituut didirikan di Yogyakarta pada 1919 dan dalam perkembangannya pada 1935 menjadi Museum Sonobudoyo. Mangkunegoro VII di Solo mendirikan Museum Mangkunegoro pada 1918. Ir. H. Maclaine Pont mengumpulkan benda purbakala di suatu bangunan yang sekarang dikenal dengan Museum Purbakala Trowulan pada 1920. Pemerintah kolonial Belanda mendirikan Museum Herbarium di Bogor pada 1941.
Di luar Pulau Jawa, atas prakarsa Dr.W.F.Y. Kroom (asisten residen Bali) dengan raja-raja, seniman dan pemuka masyarakat, didirikan suatu perkumpulan yang dilengkapi dengan museum yang dimulai pada 1915 dan diresmikan sebagai Museum Bali pada 8 Desember 1932. Museum Rumah Adat Aceh didirikan di Nanggroe Aceh Darussalam pada 1915, Museum Rumah Adat Baanjuang didirikan di Bukittinggi pada 1933, Museum Simalungun didirikan di Sumatera Utara pada 1938 atas prakarsa raja Simalungun.
Sesudah kemerdekaan Indonesia 1945 keberadaan museum diabadikan pada pembangunan bangsa Indonesia. Para ahli bangsa Belanda yang aktif di museum dan lembaga-lembaga yang berdiri sebelum 1945, masih diizinkan tinggal di
Memburuknya hubungan Belanda dan Indonesia akibat sengketa Papua Barat mengakibatkan orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia, termasuk orang-orang pendukung lembaga tersebut. Sejak itu terlihat proses Indonesianisasi terhadap berbagai hal yang berbau kolonial, termasuk pada 29 Februari 1950 Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang diganti menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI). LKI membawahkan dua instansi, yaitu museum dan perpustakaan. Pada 1962 LKI menyerahkan museum dan perpustakaan kepada pemerintah, kemudian menjadi Museum Pusat beserta perpustakaannya. Periode 1962-1967 merupakan masa sulit bagi upaya untuk perencanaan mendirikan Museum Nasional dari sudut profesionalitas, karena dukungan keuangan dari perusahaan Belanda sudah tidak ada lagi. Di tengah kesulitan tersebut, pada 1957 pemerintah membentuk bagian Urusan Museum. Urusan Museum diganti menjadi Lembaga Urusan Museum-Museum Nasional pada 1964, dan diubah menjadi Direktorat Museum pada 1966. Pada 1975, Direktorat Museum diubah menjadi Direktorat Permuseuman.
Pada 17 September 1962 LKI dibubarkan, Museum diserahkan pada pemerintah Indonesia dengan nama Museum Pusat di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Kebudayaan. Museum Pusat diganti namanya menjadi Museum Nasional pada 28 Mei 1979.
Penyerahan museum ke pemerintah pusat diikuti oleh museum-museum lainnya. Yayasan Museum Bali menyerahkan museum ke pemerintah pusat pada 5 Januari 1966 dan langsung di bawah pengawasan Direktorat Museum. Begitu pula dengan Museum Zoologi, Museum Herbarium, dan museum lainnya di luar Pulau Jawa mulai diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Sejak museum-museum diserahkan ke pemerintah pusat, museum semakin berkembang. Bahkan museum baru pun bermunculan, baik diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh yayasan-yayasan swasta.
Perubahan politik akibat gerakan reformasi yang dipelopori oleh para mahasiswa pada 1998, telah mengubah tata negara Republik Indonesia. Perubahan ini memberikan dampak terhadap permuseuman di Indonesia. Direktorat Permuseuman diubah menjadi Direktorat Sejarah dan Museum di bawah Departemen Pendidikan Nasional pada 2000. Pada 2001, Direktorat Sejarah dan Museum diubah menjadi Direktorat Permuseuman. Susunan organisasi diubah menjadi Direktorat Purbakala dan Permuseuman di bawah Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata pada 2002. Direktorat Purbakala dan Permuseuman diubah menjadi Asdep Purbakala dan Permuseuman pada 2004. Akhirnya pada 2005, dibentuk kembali Direktorat Museum di bawah Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. (Tim Direktorat Museum)